Minggu, 23 Agustus 2015

SEJARAH ISLAM CHINA

Cina sebagai negeri yang aktif dalam perdagangan Internasional menyebabkan pedagang-pedagang muslim dari Arab melakukan perdagangan ke Cina sambil menyebarkan Islam di berbagai wilayah yang disinggahi. Adapun perjalanan yang dilalui dalam persebaran Islam di Cina adalah dengan melalui perjalanan darat dan laut. Perjalanan darat dimulai dari daratan Arab sampai ke bagian barat Laut Tiongkok dengan melewati Persia dan Afganistan. Jalan ini terkenal dengan nama jalan sutra atau silk road. Akibat dari interaksi-interaksi yang dilakukan mereka dengan pedagang-pedagang lain termasuk pedagang-pedagang Cina menyebabkan adanya suatu pengenalan kehidupan negeri asal pedagang-pedagang tersebut baik dari segi sosial, budaya maupun agama, termasuk pengenalan yang dilakukan pedagang-pedagang muslim mengenai Islam yang secara tidak langsung. Pedagang-pedagang Cina yang berinteraksi dengan pedagang-pedagang muslim sedikit banyaknya menerima kehadiran Islam bahkan mereka memeluk Islam sebagai agama mereka. Penyebaran Islam ini kemudian meluas hingga ke masyarakat Cina, khususnya wilayah-wilayah yang digunakan sebagai pusat perdagangan. Masyarakat Cina yang telah memeluk Islam meminta pedagang-pedagang muslim untuk mengajarkan Islam lebih banyak lagi.

Dalam buku Cheng Ho-Penyebaran Islam di Cina ke Nusantara disebutkan bahwa perkembangan Islam berjalan lambat di Cina pada awalnya. Hal itu disebabkan karena pedagang-pedagang Islam dari Arab itu tidak diperbolehkan menikah dengan penduduk setempat ataupun berinteraksi pada masa itu. Seiring berjalannya waktu mereka diberi kelonggaran untuk dapat berinteraksi maupun menikahi wanita setempat bahkan mereka diperbolehkan membangun pemukiman-pemukiman bagi mereka dan keturunannya.

Para pedagang Arab dan Persia yang berniaga ke Tiongkok pada umumnya orang-orang Islam yang datang secara perorangan itu kemudian memanfaatkan kebebasan tersebut dengan menikahi wanita setempat. Keturunan mereka dari generasi ke generasi memeluk Agama Islam dan menjadi penduduk di Tiongkok. Hal yang sama juga dilakukan oleh para tentara mongol muslim yang menetap di Cina setelah mengikuti ekspedisi ke Barat yang dipimpin oleh Genghis Khan. Dalam memenuhi kebutuhan mereka sebagai eks tentara mongol, mereka juga melakukan perdagangan atau bekerja sesuai dengan keahliannya seperti pengrajin kayu, pandai besi dan lain-lain. Selain menikahi perempuan setempat, pedagang-pedagang dan tentara-tentara mongol ini sudah tentu membangun pemukiman-pemukiman yang dijadikan sebagai tempat menetap yang nyaman dan dapat melangsungkan kehidupan sehari-harinya. Mereka membangun masjid-masjid untuk memenuhi kewajiban beribadahnya.

Sedangkan orang-orang Islam Cina yang sudah berhasil dalam mempelajari Agama Islam di daratan Arab kembali ke Cina, mereka sebagai orang-orang Islam mempunyai misi untuk berupaya mengembangkan agar ilmu dan hasil yang di dapat dalam mempelajari Islam dapat di wariskan ke anak cucu mereka di Cina. Dari sinilah kemudian muncul pemuka-pemuka Islam untuk mengajarkan Islam kepada orang-orang Cina Islam lainnya dengan memanfaatkan masjid selain tempat beribadah juga sebagai sarana untuk belajar mengajar atau pusat pendidikan dan pusat komunitas. Anak-anak diajarkan membaca Al-Qur’an, bahasa Arab dan bahasa Persia.


Ketika Dinasti Tang berkuasa (618 – 690 dan 705 – 907), Cina tengah mencapai masa keemasan, sehingga ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok. Berawal dari kaisar Cina pada masa Dinasti Tang yang tampaknya memiliki pengetahuan tentang nabi-nabi Islam dan Kristen, sebagaimana yang dituturkan oleh penjelajah Arab Ibn Wahab dari Basra kepada Abu Zaid sekembalinya ke Irak. Kaisar Dinasti Tang meminta bantuan Kerajaan Persia untuk mengutus pengajar-pengajar Islam ke Cina. Namun, raja Persia yakni Raja Firus menolaknya karena daratan Cina terlalu jauh untuk didatangi. Akibat dari penolakan tersebut, Kaisar Cina lah yang mengutus orang-orang Cina untuk belajar Islam di Madinah pada masa kekhalifahan Utsman Bin Affan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.

Di dalam kitab sejarah Cina, yang berjudul Chiu T’hang Shu diceritakan Cina pernah mendapat kunjungan diplomatik dari orang-orang Ta Shih (Arab). Orang-orang Ta Shih ini, merupakan duta dari Tan mi mo ni’ (Amirul Mukminin), yang ke-3 (Khalifah Utsman bin Affan).  Pada masa iniKhalifah Utsman bin Affan menugaskan Sa’ad bin Abi Waqqash untuk membawa ajaran Illahi ke daratan China (Konon, Sa’ad meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M, dan kuburannya dikenal sebagai Geys’ Mazars). Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dariDinasti Tang. Sejak saat itu Islam dikenal dan mulai tersebar di berbagai wilayah di Cina. Tidak hanya itu, khalifah-khalifah Islam lainnya juga sering mengirim delegasi ke Cina untuk mengajarkan Agama Islam kepada orang-orang Islam Cina seperti halnya yang dilakukan Harun Al Rosyid (A-Lun), Abu Abbas (Abo-Loba)  dan Abu Dja’far (A-pu-cha-fo) dalam riwayat Dinasti Tang. Buya HAMKA didalam bukunya Sejarah Umat Islam menulis, pada tahun 674M-675M, Cina kedatangan salah seorang sahabat Rasulullah, Muawiyah bin Abu Sufyan (Dinasti Umayyah), bahkan disebutkan setelah kunjungan ke negeri Cina, Muawiyah melakukan observasi di tanah Jawa, yaitu dengan mendatangi kerajaan Kalingga. Berdasarkan catatan, diperoleh informasi, pada masa Dinasti Umayyah ada 17 duta muslim datang ke China, sementara di masa Dinasti Abbasiyah dikirim sebanyak 18 duta.

Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di China adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang China yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi.Kemudian Kaisar Yung Wei memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Kanton, yang merupakan masjid pertama di daratan Cina. Orang China mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti ‘agama yang murni’. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran ‘Ma-hia-wu’ (Nabi Muhammad SAW).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar